Jakarta – Membawa bekal dari rumah sering jadi cara hemat dan sehat bagi banyak karyawan. Namun, tidak semua rekan kerja bisa menghargai pilihan itu. Seorang wanita di Jakarta mengaku memilih menjaga jarak dari lingkungan kantornya setelah sering menerima komentar sinis tentang makanan yang ia bawa.
Awalnya, wanita tersebut rajin membawa bekal setiap hari — mulai dari nasi sayur, ayam panggang, hingga sup rumahan. Namun, salah satu rekan kerjanya kerap menertawakan pilihan menu itu di depan teman-teman sekantor.
“Setiap saya buka bekal, pasti ada komentar. Katanya bau, aneh, atau kelihatan tidak menarik. Padahal itu makanan buatan sendiri yang saya sukai,” ujarnya, dikutip dari unggahan media sosial yang viral baru-baru ini.
Komentar Negatif Jadi Beban Mental
Komentar bernada merendahkan tersebut lama-lama membuatnya tidak nyaman. Ia mulai makan di meja kerja sendirian agar tidak perlu menghadapi komentar yang sama setiap hari.
“Saya tidak lagi ikut makan bersama di pantry karena suasananya tidak enak. Lebih baik makan di meja sendiri, biar tenang,” tambahnya.
Kisah ini langsung ramai dibicarakan di media sosial. Banyak warganet yang memberi dukungan, menyebut bahwa pengalaman serupa juga sering terjadi di tempat kerja — terutama di lingkungan yang belum memiliki budaya saling menghargai perbedaan.
Budaya Kantor yang Kurang Empati
Psikolog organisasi Diana Rahmawati mengatakan, kasus semacam ini menunjukkan rendahnya empati di lingkungan kerja. “Kantor bukan hanya tempat mencari nafkah, tapi juga ruang sosial. Jika budaya saling menghargai tidak terbangun, seseorang bisa merasa terasing di lingkungannya sendiri,” jelasnya.
Menurut Diana, komentar kecil yang diulang-ulang bisa berpengaruh pada kesehatan mental karyawan. “Efeknya bisa membuat seseorang menarik diri, kehilangan semangat, bahkan stres kerja,” ujarnya.
Mengenali Rekan Kerja ‘Toxic’
Fenomena rekan kerja yang gemar mengomentari hal pribadi sebenarnya termasuk dalam kategori perilaku toxic di kantor. Perilaku ini bisa muncul dalam bentuk nyinyiran, gosip, atau sindiran yang membuat suasana kerja tidak nyaman.
“Biasanya mereka tidak menyadari kalau ucapannya menyakitkan. Tapi bagi korban, efeknya bisa besar,” kata Aditya Wibowo, HR consultant dari Jakarta.
Ia menyarankan agar karyawan menghadapi situasi seperti ini dengan batasan yang jelas. “Kalau komentar negatif terus berulang, sampaikan secara asertif bahwa hal itu tidak pantas. Kalau tetap berlanjut, lebih baik menjaga jarak dan fokus pada pekerjaan,” sarannya.
Pentingnya Ruang Aman di Lingkungan Kerja
Beberapa perusahaan kini mulai menerapkan kebijakan safe workplace untuk mencegah perilaku verbal yang mengarah ke bullying. Atasan atau HR berperan penting menciptakan ruang kerja yang mendukung kesehatan mental karyawan.
“Makanan, pakaian, atau gaya hidup seseorang tidak seharusnya jadi bahan ejekan. Lingkungan kerja yang sehat justru harus memberi ruang aman untuk setiap perbedaan,” tegas Diana.
Kisah wanita ini menjadi pengingat bahwa tidak semua bentuk candaan di kantor bisa diterima semua orang. Menghormati pilihan pribadi, sekecil apapun, bisa jadi langkah sederhana untuk menciptakan suasana kerja yang lebih positif.
Bagi banyak karyawan, membawa bekal bukan hanya soal hemat — tapi juga bentuk kendali atas gaya hidup sehat dan kesejahteraan diri. Dan setiap orang berhak menjalani itu tanpa rasa malu.